Saturday, May 3, 2008

Batara Hutagalung: Belanda Tak Mengakui Kemerdekaan RI 17 Agustus

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=56551

Batara Hutagalung:
Belanda Tak Mengakui Kemerdekaan RI 17 Agustus

Minggu, 27 April 2008, 13:44:05 WIB
Laporan: A. Supardi Adiwidjaya

Amsterdam, myRMnews. Kenyataan sampai sekarang ini, Belanda tetap tidak mau mengakui secara de jure kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, tetapi merupakan hadiah yang mereka berikan pada 27 Desember 1949.
Selain itu Belanda belum pernah minta maaf kepada bangsa Indonesia atas penjajahan, pelanggaran HAM, perbudakan dan tidak mau bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan tentara Belanda era 1945-1950.
“Inilah yang kami pandang pemerintah Belanda melecehkan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itulah kami sepakat untuk mendirikan KUKB yang tujuannya menuntut pemerintah Belanda secara de jure mengakui kemerdekaan RI adalah 17 Agustus 1945. Ini masalah mendasar yang seharusnya diperjuangakan seluruh bangsa Indonesia, terutama oleh para pemimpinnya.
Demikian diungkapkan Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Batara R Hutagalung, 23 April, sesaat sebelum keberangkatannya kembali ke tanah air dalam bincang-bincangnya dengan A. Supardi Adiwidjaya, koresponden Rakyat Merdeka di Belanda.
Batara ingin meluruskan kesalahpengertian dari beberapa kalangan Indonesia di Belanda. Menurutnya, beberapa kalangan mengartikan kata “Utang” terpisah dari kata “Kehormatan”, ini jelas akan menjadi lain maknanya, sehingga nampaknya seolah-olah KUKB meminta uang dari Belanda.
Yang dimaksud dengan Utang Kehormatan di sini menyangkut martabat bangsa Indonesia, karena hingga saat ini, Pemerintah Belanda tetap tidak mau mengakui secara de jure kemerdekaan RI adalah 17 Agustus 1945.
“Kata Utang Kehormatan diambil dari judul tulisan Dr. C. Theodor van Deventer, seorang mantan pengacara Belanda di Semarang dalam media Belanda De Gids tahun 1899, dengan istilah Een Ereschuld (Satu Utang Kehormatan),” kata Batara.
Menurut Batara, tulisan tersebut merupakan kritik tajam terhadap praktek kolonialisme Belanda yang dinilainya sangat tidak manusiawi. Akibat tulisan ini, pemerintah membuat kebijakan baru yang kemudian dikenal sebagai Politik Etis. Namun dalam prakteknya banyak terjadi penyimpangan dari Politik Etis tersebut.
Ben Bot (yang ketika itu sebagai Menlu Belanda) di Jakarta, 16 Agustus 2005 menyatakan, Pemerintah Belanda mulai 17 Agustus 2005 menerima (bahasa Belanda: aanvaarding) proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 secara politis dan moral, alias hanya menerima de facto, dan bukan pengakuan (anerkenning) de jure.
Ini ditegaskan Ben Bot dalam suatu wawancara di sebuah TV Indonesia pada 18 Agustus 2005. Namun sekaitan dengan apa yang disampaikan Ben Bot tersebut, beberapa media besar nasional langsung memberitakan, bahwa kini Pemerintah Belanda mengakui kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
“Jelas ini informasi yang salah dan menyesatkan”, tegas Batara Hutagalung. yat

No comments: